Oleh Penyumbang INS

KUALA LUMPUR, Malaysia--Tindakan Barat (collective West) tentang pembekukan cadangan devisa Rusia menjadi pancuran air dingin bagi kebanyakan negara di seluruh dunia. 

 
Kepercayaan terhadap sistem kuangan internasional yang sekarang ada telah dirusak bahkan di negara-negara paling setia pada AS dan Uni Eropa: semua sudah jelas bahwa ketergantungan pada pemegang uang Anda yang berpotensi bermusuhan dalam situasi kritis mengubah aset tersebut menjadi beban.

“Kami mengerti bahwa peran dolar dan euro yang mereka main hingga hari ini sebagai cadangan telah habis. Peran mereka telah habis tidak hanya untuk Rusia, tetapi juga untuk negara-negara yang memahami bahwa sekarang tabungan mereka dalam mata uang ini secara praktis tidak dilindungi – pembatasan dapat dikenakan kapan saja” kata Vladimir Chistyukhin, Wakil Ketua Pertama Bank Sentral Federasi Rusia selama di St. Petersburg International Legal Forum.

Tindakan Barat sebenarnya mencela operasi mekanisme keuangan dan hukum yang telah ada selama setengah abad terakhir. Pertanyaan serius muncul baik tentang pembekuan cadangan devisa negara dan tentang prosedur penyitaan properti dari oligarki Rusia.

Situasi tersebut sudah mengakibatkan para bank sentral di seluruh dunia berusaha untuk mendiversifikasi cadangan devisa mereka ke dalam mata uang seperti yuan, menurut catatan Dana Moneter Internasional (IMF). 
 
Sudah pada awal tahun ini, pangsa dolar dalam cadangan devisa dunia turun di bawah 59 peratus, tetapi pada musim semi tren penurunannya meningkat dengan cepat.

Mungkin, titik balik sejarah perdagangan internasional adalah pernyataan Vladimir Putin di Forum Bisnis BRICS bahwa semua negara dalam gabungan ekonomi tersebut telah berupaya menciptakan mata uang internasional baru. 
 
Ini akan didasarkan pada sekeranjang mata uang BRICS: rubel Rusia, yuan Cina, rupee India, real Brasil, dan rand Afrika Selatan. Mata uang baru tidak hanya dapat menjadi alat pembayaran, tetapi juga alternatif untuk mengisi kembali dana cadangan negara-negara BRICS dan mitra mereka.

 Pangsa pembayaran dalam mata uang nasional BRICS tumbuh secara eksponensial. Pada saat ini, bagiannya hampir 40%, meskipun pada 2013-2014 tidak melebihi 2-3%.

 Nikita Kondratyev, Wakil Direktur Departemen Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Proyek Khusus di Kementerian Perekonomian Rusia, mengatakan bahwa di dalam waktu dekat, pangsa ini dapat mencapai 50%, tidak hanya di sektor energi, tetapi juga dalam perdagangan produk pertanian dan barang konsumsi. Perkiraannya didukung oleh berita transaksi minyak Saudi yang dalam yuan.

 Keputusan ini akan menghindari tekanan inflasi, karena dolar AS dan euro didasarkan pada sejumlah besar uang yang dicetak dan tidak memiliki dasar kuat. 
 
Sebaliknya, mata uang BRICS akan berdasar pada barang berwujud yang diperdagangkan di bursa: minyak, logam tanah jarang, gandum, beras, kopi, dan sebagainya. Semua negara BRICS adalah pedagang besar dan spesialisasi mereka pada dasarnya berbeda. Struktur ekspor seperti ini memberikan mereka saling melengkapi serta meningkatkan minat investor.

 Rusia mendominasi ekspor bahan bakar mineral, pupuk, besi kasar dan baja; Tiongkok – barang industri, peralatan listrik, produk furnitur dan tekstil; India – permata, farmasi, tekstil dan perangkat lunak; Brasil – bahan bakar mineral dan minyak biji-bijian; Afrika Selatan – permata, sumber daya alam dan bahan bakar.